Friday 23 December 2011

cerpen astronomi


Dear  everyone who find it,

Please Read It!

          “Are you sure it is safety for go to Mecury??”, tanyaku pada orang botak kinclong yang menawariku jadi astronot untuk ekspedisi ke Merkurius. Rasa takut sekaligus banggaku nongol seketika. Aku takut juga khawatir akan keselamatan ke Merkurius. Sementara aku bangga karena aku bakal jadi astronot pertama dari Indonesia. Namun, setelah aku pikir panjang sampe kepala pusing tujuh keliling, ada baiknya aku ngangguk aja  deh, toh itu kan juga mimpiku. Besoknya, aku langsung diboyong ke Amerika buat njalanin simulasi. Tentunya, aku tak sendiri, ada satu orang ahli biologi dari Malaysia, Abul Karim, dan satu lagi technician dari Amerika, Michael Goes. Dan aku sendiri? Tentuny astronom dari desa yang dulunya berawal dari kegemaran dalam ngamati bintang-bintang. “GO TO AMERICA!!! Let’s go!!”

          5 tahun kemudian . . . 


          “calm,. Calm down Alfian,.” Bisikku untuk nenangin diriku sendiri. Bersama kedua partnerku, kami melangkah ke roket canggih bernama ‘Mercury-Ori’.  ”Three..Two...One....GO!!”. roket pun meluncur membelah angkasa. Membelah atmosfer melampaui pandangan. Satu persatu badan roket meninggalkan kami di dala baja yang dingin. Tiba-tiba, suara bising  yang memenuhi telinga seketika hilang!! Hubungan komunikasi kami dengan bumi terputus!! Kuat dugaan kalo sistem komunikasi kami terbawa bersamaan dengan lepasnya badan roket. Yahh, kami tetap calem aja. Gimana lagi?? Kami udah capek pas tadi tegang saat peluncuran. Alhasil, kami terombang-ambing dalam gelapnya angkasa  ini. Untungnya kita enggak ngorbit pada bumi, jadi kemungkinan kecil kami enggak bakal jatuh ke bumi. Sampai suatu waktu, saat persdiaan makanan kami udah habis, temen-temenku udah pada lemes, aku ngrasain ada gaya tarik yang makin lama makin kuat. Ternyata kami terjebak gaya gravitasi matahari!! Mesin pendorong udah terlambat buat ngluarin kami dari gaya tarik ini. Semakin kuat, dan kuat!! Aku hanya bisa bergumam, “Tuhan, jika ini akhir hidupku, tolong maafkan semua dosa-dosaku. Bahagiakanlah keluarga dan teman-temanku di Bumi, Tuhan,. Amiiin,,”.

          Di saat detik-detik jatuhnya pesawat kami, aku nengok ke luar  jendela. Nungguin ajalku di sini. Namun, ternyata aku liat, kami enggak jatuh sendiri. Meteor-meteor juga pada jatuh bareng sama kami. Namun, terlihat aneh!!! Meteor itu  jika dilihat memantul kayak api yang menyala!! Ouww!! Aku tau!! Mungkin itu lah yang dinamakan lidah api matahari oleh manusia di bumi. Ternyata, lidah api tersebut berasal dari fire ball meteor yang mengorbit matahari. Tapi, apa yang membuatnya memantul?? Oooh, ternyata awan tebal mataharilah yang membuatnya memantul. Untungnya kita cukup berat untuk menembus awan pemantul itu. Setelah menembus awan yang begitu tebal itu, aku melihat sesuatu yang familiar. Seperti.... hutan ?? apa?? Di matahari ada hutan?? Dengan hanya beberapa detik, pesawat kami jatuh di permukaan matahari. Benturan yang keras membuat teman-temanku bangun dari pingsannya. 

          Lantas kami keluar dari pesawat dan setelah mengagumi hutan yang lebat itu, kami lantas mengambil buah-buahan di sana. Setelah merasa cukup, aku menceritakan apa yang telah terjadi. Namun, mereka tak percaya dan temanku dari Malaysia memilih meneliti mengapa tanaman bisa  tumbuh dan temanku dari Amerika memilih merancang roket kecil untuk meminta bantuan. Temanku dari Malaysia mengumpulkan kami dan  memberi kesimpulan bahwa tanaman di sini berasal sel organik yang dibawa oleh meteor jatuh di permukaan. Semetara air berasal dari bongkahan komet yang mendekati matahari. Namun, tanaman di sini sangat pendek dan besar, ya.. ini disebabkan gavitasi disini cukup besar. Lantas, aku minta temenku dari Amerika untuk mengirimkan suratku ini dg roket yang dia  buat. Ya, aku terpaksa membohonginya dengan berkata aku akan mengirimkan surat  permitaan tolong dalam bahasa Indonesia.

          Temen-temenku di Bumi, aku akhiri surat botolku ini. Semoga dengan suratku ini, pemahaman kalian  dapat berubah. Kami tidak meminta pertolongan dari kalian. Harapan hidup kami tak kan bertahan lama. Gaya grafitasi yang besar membuat darah kami tak kembali ke jantung sehingga kami akan menemui ajal kami di sini.                                            
                                                                       
                                                                        Miss you all,
     Muhammad Alfian

     Also
      Abdul Karim and Michael Goes

No comments: