Friday 23 December 2011

my article



                       Tikus Putih di Mata Sang Garuda

Indonesia adalah negara yang subur dan makmur. Kekayaan alamnya tumpah ruah tiada tara. Manusia dan alamnya rukun berdampingan. Timbal balik antara alam dan manusianya setara, membuat Indonesia lebih sempurna. Pulau tesebar, hijau warnanya. Zamrud khatulistiwa yang menawan, membuat semua orang ingin memilikinya.
Akan tetapi di negara yang besar dan indah ini, masih banyak orang yang melakukan korupsi. Indonesia menduduki peringkat teratas dari daftar negara-negara yang memiliki tingkat korupsi paling tinggi. Padahal warga negara Indonesia banyak yang menganut agama Islam. Sekitar sembilan puluh persen rakyat Indonesia beragama Islam. Di agama Islam, pastilah melarang umatnya untuk berbuat sesuatu yang merugikan orang lain. Termasuk korupsi yang sudah menjamur di Indonesia.   
Walau sudah diatur oleh Tuhan, tetapi tetap saja dari mulai rakyat jelata sampai petinggi negara, menghalalkan segala cara untuk menafkahi keluarganya. Walau mereka tahu, perbuatan mereka itu dapat menjebloskan mereka ke lubang neraka. Mereka tak menghiraukannya, bagi mereka itu tak penting. Yang terpenting, keluarga mereka bisa bahagia dan anak anak mereka dapat tersenyum lebar.
Sebagai cermin betapa merajalelanya korupsi di Indonesia adalah kasus Gayus Tambunan. Sebenarnya, masih banyak lagi para koruptor di Indonesia. Tetapi saat ini, perhatian rakyat Indonesia lebih tertuju pada Gayus Tambunan. Dia telah lama mengabdi pada Dirjen Pajak, sehingga membuat dirinya tahu semua tentang pajak. Seluk beluk pajak yang tidak semua orang mengetahuinya, dapat ia ketahui. Pajak yang merupakan kumpulan uang dari rakyat kalangan menengah sampai pengusaha sukses, pajak yang juga merupakan salah satu sumber pendapatan negara, telah raib digondol Gayus Tambunan.
 Perutnya yang buncit menjadi saksi bahwa betapa besar uang yang telah ia habiskan. Yang ia habiskan untuk menuruti hawa nafsu dalam perutnya. . Kepala botaknya dengan warna sawo matang, menjadi bukti bahwa kepalanya itu sudah lama diterpa terik matahari karena perjalanannya ke berbagai tempat di dunia selama ini. Perjalanan untuk  memuaskan kebutuhan-kebutuhan rohaninya. Kepala yang licin menunjukkan betapa sulitnya ia di atasi. Licin bagaikan belut. Ini dibuktikan saat dia masih dalam kurungan. Dia bisa-bisanya berada di Bali bersama istrinya, tertangkap basah sedang asyik menonton pertandingan tenis. Wajah yang lugu dan polos pasti membuat orang tidak mengira bahwa dia adalah seorang koruptor. Koruptor kelas kakap, itulah gelar yang disandangnya kini. Karena dia mengkorupsi uang pajak dalam jumlah yang sangat besar.
 Walau tak semua uang hasil pungutan pajak lenyap olehnya, tetapi itu cukup membuat negara merugi besar. Bukan hanya negara yang dibuatnya merugi, tetapi rakyat miskin dan anak anak terlantarpun juga dirugikan olehnya. Karena beberapa persen dari pajak itu akan digunakan untuk membina meraka, agar dapat menjadi seseorang yang berguna nantinya. Selain itu pajak juga digunakan oleh pemerintah untuk memperbaiki fasilitas umum, memelihara anak jalanan, membangun perekonomian, dan lain-lain.
Tetapi akhirnya Gayus mendekam  di penjara. Dia dijatuhi hukuman tiga tahun penjara dan denda ratusan juta. Semua kekayaannya juga disita. Tetapi semua itu tak sebanding dengan Rp20.000.000.000,00 yang digondolnya. Uang dengan jumlah yang sangat banyak ini bisa di gunakan untuk membangun beratus-ratus hektar sawah, berpuluh-puluh sekolah, dan beberapa kilometer jalan untuk kemajuan bangsa Indonesia.
Ini merupakan salah satu cermin lemahnya peraturan perundang undangan di Indonesia yang hampir seluruhnya tidak dilaksanakan oleh warga negara; kurangnya ketegasan pemerintah kita, yang terlalu hati-hati, sehingga terkesan lamban. Sebenarnya kehati-hatian dalam menyelesaikan masalah itu penting, tetapi dalam batas yang sewajarnya; dan rendahnya moral bangsa Indonesia yang mudah tergiur akan uang yang jumlahnya tak seberapa. Uang yang saat mati tidak akan kita bawa. Hanyalah amal semata yang akan kita bawa.
Untuk sekarang ini, Indonesia hanya membutuhkan pemimpin yang tegas dan berwibawa. Berani menanggung akibat agar rakyatnya makmur dan sejahtera. Tanpa menghilangkan kaidah-kaidah budaya dan didukung dengan pendidikan yang tak kalah dengan bangsa Eropa. Agar kelak Indonesia menjadi negara adidaya dan menjadi mercusuar dunia. Yang selalu memberi panutan dan selalu mengingatkan akan moral dan etika yang harus ada dalam diri manusia.

No comments: